artikel
TERJEMAHAN KHUTBAH KITAB AL-MAHALLI
Tgk Akthaillah bin Tgk H
M Daud Syafi’e
Santri Dayah Al-Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh
Santri Dayah Al-Madinatuddiniyah Babussalam Blang Bladeh
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إنْعَامِهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ هَذَا مَا دَعَتْ إلَيْهِ حَاجَةُ الْمُتَفَهِّمِينَ لِمِنْهَاجِ الْفِقْهِ مِنْشَرْحٍ يُحِلُّ أَلْفَاظَهُ وَيُبَيِّنُ مُرَادَهُ ، وَيُتَمِّمُ مُفَادَهُ عَلَى وَجْهٍ لَطِيفٍ خَالٍ عَنْالْحَشْوِ وَالتَّطْوِيلِ حَاوٍ لِلدَّلِيلِ وَالتَّعْلِيلِ ،
dengan nama allah yang
maha pengasih lagi maha penyayang, segala puji bagi allah atas memberi
nikmatnya dan shalawat dan salam atas panghulu kita nabi muhammad dan
keluarganya dan sahabatnya, ini sesuatu yang diseru kepadanya oleh kebutuhan
sejumlah orang yang ingin memahami minhaj fiqih # منهاج الطالبين # ,dari
sebuah syarah yang mengurai ia syarah akan segala lafadhnya minhaj
fiqih , dan menjelas ia syarah akan segala muradnya dan menyempurna ia
akan segala faedahnya atas bentuk yang kecil, yang sunyi ia syarah dari tidak
beraturan dan bertele-tele, yang meliputi ia bagi dalil dan i’lat. @ الْحَشْوِ dan التَّطْوِيلِ yang
dimaksud adalah makna istilah ilmu ma’ani @
وَاَللَّهَ أَسْأَلُ أَنْ يَنْفَعَ بِهِ وَهُوَ حَسْبِي
وَنِعْمَ الْوَكِيلُ قَالَ الْمُصَنِّفُ
رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ( بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ) أَيْ
أَفْتَتِحُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ ) هِيَ مِنْ صِيَغِ الْحَمْدِ وَهُوَ الْوَصْفُ
بِالْجَمِيلِ إذْ الْقَصْدُ بِهَا الثَّنَاءُ عَلَى اللَّهِ بِمَضْمُونِهَا مِنْ
أَنَّهُ مَالِكٌ لِجَمِيعِ الْحَمْدِ مِنْ الْخَلْقِ أَوْ مُسْتَحِقٌّ لِأَنْ
يَحْمَدُوهُ لَا الْإِخْبَارُ بِذَلِكَ ( الْبَرِّ ) بِالْفَتْحِ أَيْ الْمُحْسِنِ
( الْجَوَادِ ) بِالتَّخْفِيفِ أَيْ الْكَثِيرِ الْجُودِ أَيْ الْعَطَاءِ (
الَّذِي جَلَّتْ ) أَيْ عَظُمَتْ ( نِعَمُهُ ) جَمْعُ نِعْمَةٍ بِمَعْنَى إنْعَامٍ
( عَنْ الْإِحْصَاءِ ) أَيْ الضَّبْطِ ( بِالْأَعْدَادِ ) أَيْ بِجَمِيعِهَا
dan akan allah aku memohon akan bahwa
memberi manfaat ia allah dengannya syarah, dan dianya allah
itu yang maha mencukupi dan sebaik tempat berserah diri, berkatalah pengarang
kitab # imam nawawi # semoga merahmati akannya oleh allah ta’ala ( dengan nama
allah yang maha pengasih lagi maha penyayang ) artinya aku membuka ( segala
puji bagi allah ) dianyaالْحَمْدُ لِلَّهِ itu sebahagian dari bentuk pujian
dan dianya pujian itu mensifati dengan ke elokan karena maksud dengannyaالْحَمْدُ لِلَّهِ itu memuji atas allah dengan kandunganya الْحَمْدُ لِلَّهِ dari pada bahwa allah itu pemilik bagi sekalian pujian
dari makhluk atau itu yang berhak bagi bahwa memuji oleh mereka makhluk akannya
allah, bukan # maksudnya الْحَمْدُ لِلَّهِ # itu mengabarkan dengan demikian
pujian ( yang berbuat baik ia allah ) # الْبَرِّ dibaca # dengan fatah # huruf ب #,
artinya yang berbuat baik ( yang maha pemberi ia allah ) # الْجَوَادِ dibaca
#dengan takhfif artinya yang banyak جُودِ artinya memberi ( allazi yang
tinggilah ) artinya yang besarlah ( segala nikmatnya) # kata نِعَمُ #
itu jamak dari kata نِعْمَةٍ dengan makna memberi ( jauh dari
dapat mengukur ) artinya membatasi ( dengan sejumlah bilangan ) artinya dengan
segala bilangan.
( { وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا } )
( الْمَانِّ ) أَيْ الْمُنْعِمِ ( بِاللُّطْفِ ) أَيْ بِالْإِقْدَارِ عَلَى
الطَّاعَةِ ( وَالْإِرْشَادِ ) أَيْ الْهِدَايَةِ لَهَا ( الْهَادِي إلَى سَبِيلِ
الرَّشَادِ ) أَيْ الدَّالِ عَلَى طَرِيقِهِ وَهُوَ ضِدُّ الْغَيِّ (
الْمُوَفِّقِ لِلتَّفَقُّهِ فِي الدِّينِ ) أَيْ الْمُقْدِرِ عَلَى
التَّفَهُّمِ فِي الشَّرِيعَةِ ( مَنْ لَطَفَ بِهِ ) أَيْ أَرَادَ بِهِ الْخَيْرَ
( وَاخْتَارَهُ ) لَهُ ( مِنْ الْعِبَادِ ) هَذَا مَأْخُوذٌ مِنْ حَدِيثِ
الصَّحِيحَيْنِ { مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ }
( dan jika kalian
menghitung akan nikmat allah, niscaya tidak sanggup kalian menghitung akanya
nikmat allah ) ( yang maha pemberi ia allah ) artinya yang memberi nikmat ia
allah ( dengan lembut ) artinya dengan memberi kesanggupan atas keta’atan ( dan
dengan petunjuk ) artinya hidayah kepadanya keta’atan ( yang menunjuki ia allah
kepada jalan terpetunjuk ) artinya yang menunjuki ia allah atas jalannya
petunjuk, dan dianya petunjuk itu lawan sesat ( yang memberi taufiq ia allah
bagi memahami pada agama ) artinya yang menguasakan ia allah atas memahami
dalam syariat ( akan orang yang berlemah lembut ia allah dengannya orang )
artinya yang mengkehendaki ia allah dengannya orang akan kebaikan ( dan memilih
ia allah akannya orang) baginya kebaikan ( dari segala hamba ) ini, itu
difahami dari hadish sahihaini # riwayat imam bukhari dan imam
muslem # ( orang yang berkehendak oleh allah dengannya orang akan kebaikan,
niscaya memberi faham ia allah akannya orang dalam agama)
( أَحْمَدُهُ أَبْلَغَ حَمْدٍ ) أَيْ أَنْهَاهُ ( وَأَكْمَلَهُ
وَأَزْكَاهُ ) أَيْ أَنْمَاهُ ( وَأَشْمَلَهُ ) أَيْ أَعَمَّهُ ,الْمَعْنَى أَصِفُهُ بِجَمِيعِ صِفَاتِهِ إذْ كُلٌّ مِنْهَا جَمِيلٌ
وَالْقَصْدُ بِذَلِكَ إيجَادُ الْحَمْدِ الْمَذْكُورِ ، وَهُوَ أَبْلَغُ مِنْ
حَمْدِهِ الْأَوَّلِ ، وَذَلِكَ أَوْقَعُ فِي النَّفْسِ مِنْ حَيْثُ تَفْصِيلُهُ
وَفِي حَدِيثِ مُسْلِمٍ وَغَيْرِهِ { إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِينُهُ } أَيْ نَحْمَدُهُ ، لِأَنَّهُ مُسْتَحِقٌّ لِلْحَمْدِ
( aku memuji akan allah
akan semubalaghah pujian) artinya akan sehabisnya pujian ( dan akan
sesempurnanya pujian dan akan sebersihnya pujian ) artinya akan semakin
bertambahnya pujian ( dan akan selengkapnya pujian ) artinya seumum – umumnya
pujian, bermula makna itu aku sifati akannya allah dengan segala sifatnya,
karena setiap dari segala sifat itu elok, dan maksud dengan demikian mensifati
itu mencipta pujian yang disebutkan, dan dianya memuji #
dengan أَحْمَدُهُ # itu lebih mubalaghah dari memujinya musannif pada
permulaan, dan demikian # memuji dengan الْحَمْدَ
لِلَّهِ # itu lebih
teresapi dalam jiwa dari segi terperincinya pujian. dan tersebut didalam hadish
riwayat imam muslim dan lainya, itu إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ artinya kami memuji akannya allah, karena bahwa sungguhnya
allah itu yang berhak bagi pujian.
( وَأَشْهَدُ ) أَيْ أَعْلَمُ ( أَنْ لَا إلَهَ )
لَا مَعْبُودَ بِحَقٍّ فِي الْوُجُودِ ( إلَّا اللَّهُ ) الْوَاجِبُ الْوُجُودِ (
الْوَاحِدُ ) أَيْ الَّذِي لَا تَعَدُّدَ لَهُ فَلَا يَنْقَسِمُ بِوَجْهٍ ، وَلَا
نَظِيرَ لَهُ ، فَلَا مُشَابَهَةَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ غَيْرِهِ بِوَجْهٍ (
الْغَفَّارُ ) أَيْ السَّتَّارُ لِذُنُوبِ
مَنْ أَرَادَ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ فَلَا يُظْهِرُهَا بِالْعِقَابِ
عَلَيْهَا ، وَلَمْ يَقُلْ الْقَهَّارُ بَدَلَ الْغَفَّارِ لِأَنَّ مَعْنَى
الْقَهْرِ مَأْخُوذٌ مِمَّا قَبْلَهُ إذْ مِنْ شَأْنِ الْوَاحِدِ فِي مُلْكِهِ
الْقَهْرُ .
( dan aku bersaksi )
artinya aku meyakini ( akan bahwa tiada tuhan ) tiada yang disembah dengan
sebenarnya pada kenyataan ( kecuali allah ) yang wajib wujud ( yang satu )
artinya allazi yang tiada berbilang-bilang baginya, maka tiada terbagi ia allah
dengan satu sisi pun dan tiada bandingan baginya allah, maka tiada persamaan
diantaranya allah dan diantara lainya allah dengan satu sisi pun ( yang maha
pengampun ) artinya yang menutupi ia allah bagi segala dosa orang yang
mengkehendaki ia allah dari pada segala hambanya yang mukmin mereka itu, maka
tiada memperlihat ia allah akan segala dosa dengan menyiksa atas segala dosa,
dan tiada berkata ia musannif dengan kalimat “ الْقَهَّارُ “ sebagai
pengganti “الْغَفَّارِ “ karena bahwa sungguh
makna الْقَهَّارُ difahami dari perkara sebelumnya, karena dari pada
kedudukan الْوَاحِدِ pada segala miliknya itu الْقَهْرُ .
( وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
الْمُصْطَفَى الْمُخْتَارُ ) أَيْ مِنْ النَّاسِ لِيَدْعُوَهُمْ إلَى دِينِ
الْإِسْلَامِ ( صَلَّى اللَّه وَسَلَم عَلَيْهِ وَزَادَهُ فَضْلًا وَشَرَفًا
لَدَيْهِ ) أَيْ عِنْدَهُ وَالْقَصْدُ بِذَلِكَ الدُّعَاءُ أَيْ اللَّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَزِدْهُ . وَذَكَرَ التَّشَهُّدَ
لِحَدِيثِ أَبِي دَاوُد وَالتِّرْمِذِيِّ { كُلُّ خُطْبَةٍ لَيْسَ فِيهَا
تَشَهُّدٌ فَهِيَ كَالْيَدِ الْجَذْمَاءِ } أَيْ الْقَلِيلَةِ الْبَرَكَةِ
( dan aku bersaksi akan
bahwa sungguh muhammad itu hambanya allah dan rasulnya yang terpilih, yang
dipilih ) dari manusia, supaya menyeru ia muhammad akan mereka itu manusia
kepada agama islam ( merahmati oleh allah dan mensejahterai ia atasnya
muhammad, dan melebih ia allah akannya muhammad nisbah kelebihan dan kemuliaan
bagi sisinya allah ) artinya disisinya allah, dan maksud dengan demikian # صَلَّى اللَّه وَسَلَم عَلَيْهِ وَزَادَهُ فَضْلًا وَشَرَفًا
لَدَيْهِ # itu
doa, artinya ya allah berilah rahmat dan sejahtera atasnya muhammad dan berilah
kelebihan akannya muhammad, menyebut ia musannif akan tasyahud karena hadish
imam abu daud dan imam turmuzi ( setiap khutbah yang tiada padanya itu tasyahud
maka dianya khutbah seperti tangan yang budok / kusta )
artinya sedikit keberkatan.
( أَمَّا بَعْدُ ) أَيْ بَعْدَمَا تَقَدَّمَ ( فَإِنَّ
الِاشْتِغَالَ بِالْعِلْمِ ) الْمَعْهُودِ شَرْعًا الصَّادِقِ بِالْفِقْهِ
وَالْحَدِيثِ وَالتَّفْسِيرِ ( مِنْ أَفْضَلِ الطَّاعَاتِ ) لِأَنَّهَا
مَفْرُوضَةٌ وَمَنْدُوبَةٌ . وَالْمَفْرُوضُ أَفْضَلُ
مِنْ الْمَنْدُوبِ ، وَالِاشْتِغَالُ بِالْعِلْمِ مِنْهُ لِأَنَّهُ فَرْضُ
كِفَايَةٍ ، وَفِي حَدِيثٍ حَسَّنَهُ التِّرْمِذِيُّ { فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى
الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ } ( وَ ) مِنْ ( أَوْلَى مَا أُنْفِقَتْ
فِيهِ نَفَائِسُ الْأَوْقَاتِ ) وَهُوَ الْعِبَادَاتُ شَبَّهَ شَغْلَ الْأَوْقَاتِ
بِهَا بِصَرْفِ الْمَالِ فِي وُجُوهِ الْخَيْرِ الْمُسَمَّى بِالْإِنْفَاقِ ،
وَوَصَفَ الْأَوْقَاتَ بِالنَّفَاسَةِ لِأَنَّهُ لَا يُمْكِنُ تَعْوِيضُ مَا
يَفُوتُ مِنْهَا بِلَا عِبَادَةٍ ، وَأَضَافَ إلَيْهَا صِفَتَهَا لِلسَّجْعِ ،
وَقَدْ يُقَالُ : هُوَ مِنْ إضَافَةِ الْأَعَمِّ إلَى الْأَخَصِّ كَمَسْجِدِ
الْجَامِعِ ، وَلَا يَصِحُّ عَطْفُ أَوْلَى عَلَى مِنْ أَفْضَلِ لِلتَّنَافِي
بَيْنَهُمَا عَلَى هَذَا التَّقْدِيرِ
( adapun setelahnya )
artinya setelah perkara yang telah terdahulu ia perkara # pujian dan shalawat #
( maka sungguh bergelut dengan ilmu ) yang maklum dalam agama, yang terbenar ia
ilmu dengan fiqah dan hadish dan tafsir ( itu dari pada seutama segala
keta’atan) karena bahwa sungguhnya keta’atan itu diwajibkan dan disunnatkan,
dan yang diwajibkan itu lebih utama dari yang disunnatkan, dan bergelut dengan
ilmu itu sebahagian dari padanya yang diwajibkan, karena bahwa sungguhnya
bergelut itu fardhu kifayah, dan dalam hadish yang meng hassan akanya
hadish oleh imam turmuzhi ( kelebihan orang yang alim atas orang yang beribadah
itu seperti kelebihan aku atas serendah martabat dari kamu ( dan ) dari (
seaula perkara yang diberikan padanya akan segala waktu yang bagus ) dan dianya
perkara yang diberikan padanya waktu itu ibadah,diserupakan akan menggunakan
segala waktu dengan ibadah, dengan menggunakan harta pada segala arah kebaikan,
yang dinamakan akanya menggunakan harta, dengan infaq, dan
mensifati ia musannif akan الْأَوْقَاتِ dengan نَفَائِسُ, karena
bahwa sungguhnya hal wal syaan tidak mungkin lah
mengganti perkara yang luput ia perkara dari padanya segala waktu dengan tiada
beribadah, dan mengidhafah ia musannif kepadanya الْأَوْقَاتِ akan
sifatnya # نَفَائِسُ #karena سَّجْعِ dan
terkadang dikatakan orang dianya idhafah itu dari pada idhafah umum kepada
khusus, seperti idhafah مَسْجِدِ kepada الْجَامِعِ ,
dan tiada sah meng’ataf أَوْلَىatas مِنْ أَفْضَلِ karena
berlawanan diantara keduanya # أَوْلَى dan مِنْ أَفْضَلِ # atas
ini takdir . @hassan dimaksud makna istilah ilmu mustalah hadish
dan سَّجْعِ dimaksud makna istilah ilmu badi’ dan maksud
mensifati الْأَوْقَاتِ dengan نَفَائِسُadalah
kedudukan dasarnya sebelum berbentuk idhafah karena memelihara سَّجْعِ @
( وَقَدْ أَكْثَرَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللَّهُ مِنْ
التَّصْنِيفِ مِنْ الْمَبْسُوطَاتِ وَالْمُخْتَصَرَاتِ ) فِي الْفِقْهِ
وَالصُّحْبَةُ هُنَا الِاجْتِمَاعُ فِي اتِّبَاعِ الْإِمَامِ الْمُجْتَهِدِ فِيمَا
يَرَاهُ مِنْ الْأَحْكَامِ مَجَازًا عَنْ الِاجْتِمَاعِ فِي الْعَشَرَةِ ( وَأَتْقَنُ
مُخْتَصَرٍ الْمُحَرَّرُ لِلْإِمَامِ أَبِي الْقَاسِم ) إمَامِ الدِّينِ عَبْدِ
الْكَرِيمِ ( الرَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ) مَنْسُوبٌ إلَى رَافِعِ
بْنِ خَدِيجٍ الصَّحَابِيِّ كَمَا وُجِدَ بِخَطِّهِ فِيمَا حَكَى رَحِمَهُ اللَّهُ
( ذِي التَّحْقِيقَاتِ ) الْكَثِيرَةِ فِي الْعِلْمِ وَالتَّدْقِيقَاتِ
الْغَزِيرَةِ فِي الدِّينِ ,مِنْ كَرَامَاتِهِ مَا حُكِيَ أَنَّ شَجَرَةً أَضَاءَتْ عَلَيْهِ لَمَّا
فَقَدَ وَقْتَ التَّصْنِيفِ مَا يُسْرِجُهُ عَلَيْهِ
( dan sungguh
memperbanyak oleh para ashab kami, semoga dirahmati mereka itu
oleh allah, dari mengarang dari sejumlah kitab yang luas pembahasannya dan
sejumlah kitab ringkasan ) pada ilmu fiqh. dan الصُّحْبَةُ disini
itu berhimpun pada mengikuti imam mujtahid pada perkara yang berpendapat ia
imam mujtahid akanya perkara dari segala hukum, hal keadaannya # الصُّحْبَةُ dengan
makna mengikuti pendapat mujtahid # itu majaz dari berhimpun dalam
pergaulan ( dan yang terlebih kokoh mukhtasar itu الْمُحَرَّرُ bagi
imam abi al-qaasim ) imamuddin abdulkarim ( ar-rafi’e, semoga merahmati akannya
ar-rafi’e oleh allah ta’ala ) dibangsakan kepada رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ الصَّحَابِيِّ seperti diperdapati dengan tulisannya ar-rafi’e pada
perkara yang menghikayah ia musannif , semoga dirahmati akannya ar-rafi’e oleh
allah ( yang memiliki sejumlah tahqiqah ) yang banyak pada ilmu dan yang
memiliki sejumlah tadqiqah yang mendalam ia tadqiqah pada agama, sebahagian
dari kemuliaanya imam rafi’e itu perkara yang dihikayahkah orang akan bahwa
sungguh ranting kayu bercahaya ia atasnya imam ar-rafi’e manakala tiada pada
waktu mengarang oleh bahan yang menerangi ia akannya imam ar-rafi’e atasnya
mengarang @ التَّحْقِيقُ adalah menyebut hukum dengan menyebut dalil atau i’lat
beserta menolak qawadeh danالتَّدْقِيقُ adalah menyebut dalil hukum
dengan menyebut dalinya dalil hukum @
( وَهُوَ ) أَيْ الْمُحَرَّرُ ( كَثِيرُ الْفَوَائِدِ
عُمْدَةٌ فِي تَحْقِيقِ الْمَذْهَبِ ) أَيْ مَا ذَهَبَ إلَيْهِ الشَّافِعِيُّ
وَأَصْحَابُهُ مِنْ الْأَحْكَامِ فِي الْمَسَائِلِ مَجَازًا عَنْ مَكَانِ
الذَّهَابِ ( مُعْتَمَدٌ لِلْمُفْتِي وَغَيْرِهِ مِنْ أُولِي الرَّغَبَاتِ ) أَيْ
أَصْحَابِهَا ، وَهِيَ بِفَتْحِ الْغَيْنِ جَمْعُ رَغْبَةٍ بِسُكُونِهَا ( وَقَدْ
الْتَزَمَ مُصَنِّفُهُ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنْ يَنُصَّ ) فِي مَسَائِلِ الْخِلَافِ
( عَلَى مَا صَحَّحَهُ مُعْظَمُ الْأَصْحَابِ ) فِيهَا ( وَوَفَّى )
بِالتَّخْفِيفِ وَالتَّشْدِيدِ ( بِمَا الْتَزَمَهُ ) حَسْبَمَا اطَّلَعَ عَلَيْهِ
فَلَا يُنَافِي ذَلِكَ اسْتِدْرَاكُهُ عَلَيْهِ التَّصْحِيحَ فِي الْمَوَاضِعِ
الْآتِيَةِ ( وَهُوَ ) أَيْ مَا الْتَزَمَهُ ( مِنْ أَهَمِّ أَوْ ) هُوَ ( أَهَمُّ
الْمَطْلُوبَاتِ ) لِطَالِبِ الْفِقْهِ مِنْ الْوُقُوفِ عَلَى الْمُصَحَّحِ مِنْ
الْخِلَافِ فِي مَسَائِلِهِ ( لَكِنْ فِي حَجْمِهِ ) أَيْ الْمُحَرَّرِ ( كَبُرَ
يَعْجِزُ حِفْظَهُ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعَصْرِ ) أَيْ الرَّاغِبِينَ فِي حِفْظِ
مُخْتَصَرٍ فِي الْفِقْهِ ( إلَّا بَعْضَ أَهْلِ الْعِنَايَاتِ ) مِنْهُمْ فَلَا
يَكْبُرُ ، أَيْ يَعْظُمُ عَلَيْهِ حِفْظُهُ
( dan dianya ) artinya muharrar (itu
banyak faedah, itu penting pada mentahqiq mazhab ), artinya perkara yang
berpendapat kepadanya perkara oleh imam syafi’e dan oleh para sahabatnya dari
segala hukum pada segala persoalan, hal keadaan # mazhab dengan makna pendapat
imam syafi’i # itu majaz dari tempat berjalan ( itu yang dipedomani bagi mufti
dan lainnya mufti dari semua orang yang gemar ) artinya pemiliknya kegemaran,
dan dianya الرَّغَبَاتِ dengan fathah غ itu
jamak dari رَغْبَةٍdengan
sukunnya غ ( dan sungguh melazimi oleh musannif nya muharrar, semoga
merahmati akannya musannif oleh allah, akan bahwa mengnash ia musannif ) pada
segala persoalan khilaf ( atas perkara yang telah mentasheh akannya khilaf
oleh kebanyakan ashab ) padanya segala persoalan ( dan
menunai ia musannif ) # وَفَّىdibaca
# dengan takhfif atau tasydit ( dengan perkara yang melazimi ia musannif
akannya perkara ) sekira perkara yang nyata ia perkara atasnya musannif, maka
tidak berlawanan pada demikian # perkara yang imam rafi’i lazimi # oleh istidraknya
imam nawawi atasnya imam rafi’i akan pentashehan pada beberapa tempat yang
selagi akan datang ( dan dianya ) artinya perkara yang melazim ia musannif
akannya ( itu dari yang penting, bahkan ) dianya perkara ( itu terlebih penting
dari segala perkara yang di tuntutkan ) bagi penuntut ilmu fiqah dari berpijak
diatas pendapat yang ditashehkan dari khilaf pada segala persoalannya fiqah (
tetapi pada bentuk nya ) artinya al-muharrar ( itu besar dari
bahwa lemah lah menghafalnya oleh kebanyakan ahli masa ) artinya orang yang
gemar pada menghafal mukhtasar dalam ilmu fiqah ( kecuali sebahagian ahli yang
cerdik ) dari mereka itu ahli masa, maka tidak besar ia menghafal, artinya
tidak besar atasnya orang yang cerdik oleh menghafalnya mukhtasar. @ istidrak adalah
berbeda pendapat yang ditarjeh imam nawawi terhadap pendapat yang dinash imam
rafi'e berdasarkan tasheh kebanyakan ashab, ini tidak menjadi asumsi bahwa imam
rafi'e dan ashab keliru, tetapi perbedaan ini hanya atas dasar sejumlah dalil
yang diperdapati oleh mereka ketika mentarjeh @.
( فَرَأَيْت ) مِنْ الرَّأْيِ فِي الْأُمُورِ
الْمُهِمَّةِ ( اخْتِصَارَهُ ) بِأَنْ لَا يَفُوتَ شَيْءٌ مِنْ مَقَاصِدِهِ ( فِي
نَحْوِ نِصْفِ حَجْمِهِ ) هُوَ صَادِقٌ بِمَا وَقَعَ فِي الْخَارِجِ مِنْ
الزِّيَادَةِ عَلَى النِّصْفِ بِيَسِيرٍ ( لِيَسْهُلَ حِفْظُهُ ) أَيْ
الْمُخْتَصَرِ لِكُلِّ مَنْ يَرْغَبُ فِي حِفْظِ مُخْتَصَرٍ ( مَعَ مَا ) أَيْ
مَصْحُوبًا ذَلِكَ الْمُخْتَصَرُ بِمَا ( أَضُمُّهُ إلَيْهِ إنْ شَاءَ اللَّهُ
تَعَالَى ) فِي أَثْنَائِهِ . وَبِذَلِكَ قَرُبَ مِنْ ثَلَاثَةِ أَرْبَاعِ أَصْلِهِ كَمَا قِيلَ ( مِنْ
النَّفَائِسِ الْمُسْتَجَادَاتِ ) أَيْ الْمُسْتَحْسَنَاتِ
( maka aku berpendapat )
# lafadh رَأَيْت diambil # dari lafadh الرَّأْيِ ,
pada segala perkara penting ( akan meringkasnya muharrar ) dengan bahwa tiada
luputlah sesuatu dari pada segala maksudnya muharrar ( pada
seumpama # kadar # setengah bentuknyamuharrar ) dianya نَحْوِ نِصْفِ terbenar dengan perkara yang terjadi ia perkara pada
kenyataan, dari pada lebih atas setengah, dengan kadar sedikit ( supaya mudah
lah menghafalnya ) artinya mukhtasar, bagi setiap orang yang gemar ia orang
pada menghafal mukhtasar ( beserta perkara ) artinya hal keadaan menyertai
demikian mukhtasar dengan perkara ( yang aku campur akanya perkara kepadanya
mukhtasar, jika mengkehendaki oleh allah ta’ala ) pada pertengahan nya
mukthasar, dan dengan demikian yang dicampur, hampir ia mukhtasar dari
pada bentuk asalnya mukhtasar, seperti perkara yang dikatakan orang
( dari النَّفَائِسِ الْمُسْتَجَادَاتِ ) artinya yang dianggap sangat bagus.
( مِنْهَا التَّنْبِيهُ عَلَى قُيُودٍ فِي بَعْضِ
الْمَسَائِلِ ) بِأَنْ تُذْكَرَ فِيهَا ( هِيَ مِنْ الْأَصْلِ مَحْذُوفَاتٌ ) أَيْ
مَتْرُوكَاتٌ اكْتِفَاءً بِذِكْرِهَا فِي الْمَبْسُوطَاتِ ( وَمِنْهَا مَوَاضِعُ
يَسِيرَةٌ ) نَحْوُ خَمْسِينَ مَوْضِعًا ( ذَكَرَهَا فِي الْمُحَرَّرِ عَلَى
خِلَافِ الْمُخْتَارِ فِي الْمَذْهَبِ ) الْآتِي ذِكْرُهُ فِيهَا مُصَحَّحًا (
كَمَا سَتَرَاهَا إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى ) فِي مُخَالَفَتِهَا لَهُ نَظَرًا
لِلْمَدَارِكِ ( وَاضِحَاتٍ ) فَذِكْرُ الْمُخْتَارِ فِيهَا هُوَ الْمُرَادُ ،
وَلَوْ عَبَّرَ بِهِ أَوَّلًا كَانَ حَسَنًا
( sebahagian dari
padanya nafaisul musstajadat itu memberitahu atas beberapa
kaid pada sebahagian persoalan ) dengan bahwa disebutkan akan beberapa kaid
padanya sebahagian persoalan ( dianya beberapa kaid dari asal # muharrar # itu
yang dibuangkan ) artinya ditinggalkan, karena dipadai dengan menyebutnya
beberapa kaid dalam sejumlah kitab yang luas pembahasannya ( dan sebahagian
dari padanyanafaisul musstajadat itu beberapa tempat yang
sedikit ) sekitar 50 tempat ( yang menyebut ia musannif # imam rafi’i # akannya
sebahagian persoalan didalam kitab muharrar atas kebalikan pendapat terpilih di
dalam mazhab ) # beberapa tempat # yang selagi datanglah menyebutnya khilaf
mukhtar padanya beberapa tempat, hal keadaannya khilaf mukhtar itu
yang ditashehkan ( seperti perkara yang selagi akan kamu ketahui akannya
perkara, jika allah taa’la mengkehendaki ) pada berlawanannya sebahagian
persoalan, baginya musannif # iman nawawi # karena memperhatikan
kepada sejumlah dalil ( akan yang sangat jelas ianya persoalan ) maka menyebut
pendapat mukhtar padanya sebahagian persoalan itu yang
dimaksudkan, dan jika mengibarat ia musannif dengannya lafadh الْمُخْتَارِ pada
permulaannya ,sungguh ada ia nya ibarat itu lebih bagus.
( وَمِنْهَا إبْدَالُ مَا كَانَ مِنْ أَلْفَاظِهِ
غَرِيبًا ) أَيْ غَيْرَ مَأْلُوفِ الِاسْتِعْمَالِ ( أَوْ مُوهِمًا ) أَيْ
مُوقِعًا فِي الْوَهْمِ أَيْ الذِّهْنَ ( خِلَافَ الصَّوَابِ ) أَيْ الْإِتْيَانُ
بَدَلَ ذَلِكَ ( بِأَوْضَحَ وَأَخْصَرَ مِنْهُ بِعِبَارَاتٍ جَلِيَّاتٍ ) أَيْ
ظَاهِرَاتٍ فِي أَدَاءِ الْمُرَادِ ، وَأَدْخَلَ الْبَاءَ بَعْدَ لَفْظِ
الْإِبْدَالِ عَلَى الْمَأْتِيِّ بِهِ مُوَافَقَةً لِلِاسْتِعْمَالِ الْعُرْفِيِّ
وَإِنْ كَانَ خِلَافَ الْمَعْرُوفِ لُغَةً مِنْ إدْخَالِهَا عَلَى الْمَتْرُوكِ
نَحْوَ : أَبْدَلْت الْجَيِّدَ بِالرَّدِيءِ ، أَيْ أَخَذْت الْجَيِّدَ بَدْلَ
الرَّدِيءِ .
( dan sebahagian dari
padanya nafaisul musstajadat itu mengganti perkara yang
ada ia perkara dari pada sejumlah lafadhnya muharrar itu
gharib ) artinya # lafadh gharib adalah lafadh # yang tidak sering digunakan (
atau itu yang menimbulkan waham ) artinya # sejumlah lafadh # yang
menjatuhkan pemahaman kedalam waham artinya pikiran ( akan kebalikan benar )
artinya memperdatang akan sebagai pengganti demikian ( dengan # lafadh # yang terlebih
jelas dan terlebih ringkas dari padanya # lafadh gharib dan yang
mewaham #, dengan sejumlah ibarat yang terang ) artinya yang dhahir ia ibarat
pada menunaikan maksud, dan meletak ia musannif # imam nawawi # akan
huruf بَ setelah lafadh الْإِبْدَالِ atas # maksud # yang didatangkan
karena mengikuti pemakaian ahli uruf, sekalipun ada ia meletakkan itu kebalikan
dari yang terbiasa pada lughat, dari pada meletakkan huruf بَ atas
# maksud # yang ditinggalkan, seperti أَبْدَلْت
الْجَيِّدَ بِالرَّدِيءِ artinya
aku mengambil akan yang baik akan sebagai pengganti yang buruk.@
pemakaian بَ huruf jar, secara lugath disertaikan dengan sesuatu yang
ditinggalkan, tidak disertaikan huruf بَ dengan sesuatu yang diambil,
sedangkan pemakaian u’rufi, huruf بَ disertaikan dengan sesuatu yang akan
di ambil, contoh أَبْدَلْت الْجَيِّدَ
بِالرَّدِيءِ ,
menurut pemakaian lugaht artinya aku mengganti akan yang baik dengan
meninggalkan yang buruk, sedangkan menurut u’rufi artinya aku mengganti akan
yang baik dengan mengambil yang buruk @
( وَمِنْهَا بَيَانُ الْقَوْلَيْنِ وَالْوَجْهَيْنِ
وَالطَّرِيقَيْنِ وَالنَّصِّ وَمَرَاتِبِ الْخِلَافِ ) قُوَّةً وَضَعْفًا فِي
الْمَسَائِلِ ( فِي جَمِيعِ الْحَالَاتِ ) بِخِلَافِ الْمُحَرَّرِ فَتَارَةً
يُبَيِّنُ نَحْوَ أَصَحِّ الْقَوْلَيْنِ وَأَظْهَرِ الْوَجْهَيْنِ ، وَتَارَةً لَا
يُبَيِّنُ نَحْوَ الْأَصَحِّ وَالْأَظْهَرِ
( dan
sebahagian dari padanya nafaisul musstajadat itu
menjelaskan segala قول dan وجهdan طريق dan نص dan
martabat khilaf ) nisbah kuat dan lemah pada sejumlah persoalan (
pada segala tempat ) dengan kebalikan muharrar, maka suatu ketika
menjelaskan ia muharrar akan seumpama أَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ dan أَظْهَرُ الْوَجْهَيْنِ dan suatu ketika yang lain tidak menjelaskan ia muharrar akan
seumpamaالْأَصَحُّ dan الْأَظْهَرُ . @ dalam muharrar,
pendapat kuat terkadang tidak ditandai dan juga tidak diperdapati istilah baku
untuk menandai pendapat kuat dari khilaf قول atau khilaf وجه @
( فَحَيْثُ أَقُولُ فِي الْأَظْهَرِ أَوْ الْمَشْهُورِ
فَمِنْ الْقَوْلَيْنِ أَوْ الْأَقْوَالِ ) لِلشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ (
فَإِنْ قَوِيَ الْخِلَافُ ) لِقُوَّةِ مُدْرَكِهِ ( قُلْت الْأَظْهَرُ )
الْمُشْعِرُ بِظُهُورِ مُقَابِلِهِ ( وَإِلَّا فَالْمَشْهُورُ ) الْمُشْعِرُ
بِغَرَابَةِ مُقَابِلِهِ لِضَعْفِ مُدْرَكِهِ .
( maka sekira tempat aku
berkata فِي الْأَظْهَرِ atau فِي الْمَشْهُورِ ,niscaya maka itu dari pada dua
buah قول atau banyak قول ) bagi imam syafi’i, semoga merahmati
oleh allah dari padanya imam syafi’i ( maka jika kuatlah khilaf ) karena kuat
dalilnya khilaf ( niscaya aku berkata الْأَظْهَرُ ) yang memberitahu ia الْأَظْهَرُ dengan
dhahir kedudukan muqabilnya ( dan jika tidak kuat khilaf, maka niscaya # aku
berkata # الْمَشْهُورُ) yang memberitahu ia الْمَشْهُورُ dengan
lemah kedudukan muqabilnya, karena lemah kedudukan dalilnya khilaf. @ jika
diperdapati khilaf pada pendapat yang diistilahkanقول maka قول yang kuat
diantaranya ditandai dengan istilah الْأَظْهَرُ atau الْمَشْهُورُ ,
namun istilah keduanya berbeda kedudukan pada pemakaiannya, jika kedudukan
khilaf diantara قول sangat kuat, maka قول yang sangat kuat ditandai dengan
istilah الْأَظْهَرُ dan jika kedudukan khilaf diantara قول tidak
kuat, maka قول yang kuat diantaranya ditandai dengan istilah الْمَشْهُورُ ,
kuat dan tidak kuat nya khilaf ditinjau dari segi kedudukan dalil setiap
pendapat yang berkhilaf @
( وَحَيْثُ أَقُولُ الْأَصَحُّ أَوْ الصَّحِيحُ فَمِنْ
الْوَجْهَيْنِ أَوْ الْأَوْجُهِ )
لِلْأَصْحَابِ يَسْتَخْرِجُونَهَا مِنْ كَلَامِ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ ( فَإِنْ قَوِيَ الْخِلَافُ قُلْت الْأَصَحُّ وَإِلَّا فَالصَّحِيحُ )
وَلَمْ يُعَبِّرْ بِذَلِكَ فِي الْأَقْوَالِ تَأَدُّبًا مَعَ الْإِمَامِ
الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَمَا قَالَ ، فَإِنَّ الصَّحِيحَ مِنْهُ
مُشْعِرٌ بِفَسَادِ مُقَابِلِهِ .
( dan sekira tempat aku
berkata الْأَصَحُّ atau الصَّحِيحُ , niscaya maka itu dari pada
dua وجهatau beberapa وجه ) bagi
para ashabi # sejumlah murid imam syafi’i # yang mengeluarkan # pemahaman #
mereka itu akannya sejumlah pendapat yang khilaf, dari sumber perkataan imam
syafi’i, semoga merahmati oleh allah dari padanya imam syafi’i ( maka jika
kuatlah khilaf, niscaya aku berkata الْأَصَحُّ dan jika tidak kuat khilaf, maka
niscaya # aku berkata # الصَّحِيحُ ) dan tiada
mengibarat ia musannif # imam nawawi # dengan demikian الْأَصَحُّ atau الصَّحِيحُ pada
kedudukan khilaf sejumah قولkarena
memelihara adab dengan imam syafi’i, semoga merahmati oleh allah dari padanya
imam syafi’i, seperti perkara yang telah berkata ia musannif # imam nawawi # “
maka bahwa sungguh الصَّحِيحُ dari padanya khilaf itu
memberitahu ia nyaالصَّحِيحُ dengan fased kedudukan muqabilnya ”. @ jika diperdapati khilaf
pada perdapat yang diistilahkan وجه maka pendapat yang kuat diantaranya,
ditandai dengan istilahالْأَصَحُّ atau الصَّحِيحُ ,
namun istilah keduanya berbeda kedudukan pemakaiannya, jika kedudukan khilaf
diantara وجه sangat kuat, maka وجه yang sangat kuat ditandai
dengan istilah الْأَصَحُّ dan jika kedudukan khilaf
diantara وجه tidak kuat, maka وجه yang kuat diantaranya
ditandai dengan istilah الصَّحِيحُ dan muqabilnya dianggap pendapat
fased, kuat dan tidak kuat nya khilaf ditinjau dari segi kedudukan dalil setiap
pendapat yang berkhilaf @.
( وَحَيْثُ أَقُولُ الْمَذْهَبُ فَمِنْ الطَّرِيقَيْنِ
أَوْ الطُّرُقِ ) وَهِيَ اخْتِلَافُ الْأَصْحَابِ فِي حِكَايَةِ الْمَذْهَبِ
كَأَنْ يَحْكِيَ بَعْضُهُمْ فِي الْمَسْئَلَةِ قَوْلَيْنِ أَوْ وَجْهَيْنِ لِمَنْ
تَقَدَّمَ ، وَيَقْطَعَ بَعْضُهُمْ بِأَحَدِهِمَا ثُمَّ الرَّاجِحُ الَّذِي
عَبَّرَ عَنْهُ بِالْمَذْهَبِ إمَّا طَرِيقُ الْقَطْعِ أَوْ الْمُوَافِقِ لَهَا
مِنْ طَرِيقِ الْخِلَافِ أَوْ الْمُخَالِفِ لَهَا كَمَا سَيَظْهَرُ فِي الْمَسَائِلِ
، وَمَا قِيلَ مِنْ أَنَّ مُرَادَهُ الْأَوَّلُ وَأَنَّهُ الْأَغْلَبُ مَمْنُوعٌ
( dan sekira tempat aku
berkata الْمَذْهَبُ , niscaya maka dari pada dua طريق atau
beberapaطريق ) dan dianya dua atau beberapa طريق itu
perbedaan sejumlah ashabi pada memberitakan الْمَذْهَبُ , seperti
bahwa menghikayah oleh sebahagian ashabi pada satu masalah akan dua قول atau
dua وجه bagi orang yang terdahulu, dan mengqata’ # meyakini
hanya itu saja # oleh sebahagian ashabi yang lain dengan salah satu dari
dua قول atau وجه , kemudian pendapat yang kuat
yang mengibarat ia musannif dari padanya pendapat dengan istilah الْمَذْهَبُ itu
adakalanya طَرِيقُ الْقَطْعِ atau طَرِيقُ yang
sesuaibaginya طَرِيقُ الْقَطْعِ dari pada bahagian طَرِيقِ الْخِلَافِ atau
# طَرِيقُ # yang berlawanan baginya طَرِيقُ الْقَطْعِ ,
seperti perkara yang selagi akan dhahir ia perkara pada sejumah persoalan, dan
perkara yang dikatakan orang dari pada bahwa “ maksudnya الْمَذْهَبُ itu
yang pertama # طَرِيقُ الْقَطْعِ # dan bahwa nya طَرِيقُ الْقَطْعِ itu yang kebiasanya # الْمَذْهَبُ #” itu pendapat yang
ditolak. @ istilah طريق adalah perbedaan ashabi sa’at mengabarkan
pendapat الْمَذْهَبُ , imam nawawi kemudian mentarjeh
perbedaan hikayah ashabi tersebut dengan menggunakan istilah الْمَذْهَبُ pada
pendapat yang kuat dalam mazhab syafi’i berdasarkan sejumlah dalil yang dhahir
disisi imam nawawi, secara umum ketika disebut الْمَذْهَبُ dapat
difahami ada nya dua طريق yaitu طَرِيقُ
الْقَطْعِ dan طَرِيقِ الْخِلَافِ ,
maksud طَرِيقُ الْقَطْعِadalah ashabi
mengabarkan bahwa pada suatu persoalan hanya diperdapati satu saja
pendapat. طَرِيقُ الْقَطْعِ bisa saja diperdapati lebih dari
satu dengan sebab terdapat beberapa ashabi yang mengabarkannya. maksud طَرِيقِ الْخِلَافِ adalah
ashabi mengabarkan bahwa pada suatu persolan terdapat beberapa pendapat.
pendapat yang ditandaiالْمَذْهَبُ bisa merupakan pendapat yang
disebut طَرِيقُ الْقَطْعِ atau yang disebut طَرِيقِ الْخِلَافِ dan jika yang ditandai الْمَذْهَبُ adalah
pendapat yang disebut طَرِيقِ الْخِلَافِ maka terdapat istilahطريق الخلاف الموافق للطريق القطع dan طريق الخلاف المخالف
للطريق القطع ,
maksud طريق الخلاف الموافق للطريق القطع adalah pendapat yang
ditandai الْمَذْهَبُ sama isinya dengan طَرِيقُ
الْقَطْعِ dan
maksud طريق الخلاف المخالف للطريق القطع adalah pendapat yang
ditandai الْمَذْهَبُ berbeda isinya dengan طَرِيقُ الْقَطْعِ @
( وَحَيْثُ أَقُولُ النَّصُّ فَهُوَ نَصُّ الشَّافِعِيِّ
رَحِمَهُ اللَّهُ وَيَكُونُ هُنَاكَ ) أَيْ مُقَابِلُهُ ( وَجْهٌ ضَعِيفٌ أَوْ
قَوْلٌ مُخَرَّجٌ ) مِنْ نَصٍّ لَهُ فِي نَظِيرِ الْمَسْئَلَةِ لَا يُعْمَلُ بِهِ
.
( dan sekira tempat aku
berkata النَّصُّ niscaya maka dianya النَّصُّ itu nash imam syafi’i, semoga
merahmati akannya imam syafi’i oleh allah, dan adalah disana ) artinya yang
berlawanannya ( itu وَجْهٌ yang lemah atau قَوْلٌ مُخَرَّجٌ ) dari
pada nash baginya imam syafi’i pada kedudukan masalah yang tidak boleh
diamalkan dengannya .@ النَّصُّ adalah pendapat imam syafi’i yang
hanya satu pada suatu persoalan, قَوْلٌ مُخَرَّجٌ adalah pendapat yang difahami
ashabi dari perkataan imam syafi’i ketika imam syafi’i menjawab dengan النَّصُّ yang
berbeda pada setiap persoalan dari dua persoalan yang berbeda, namun
karena terdapat sisi kesamaan dari dua persoalan tersebut dan tidak dhahir
perbedaan diantara persoalan keduanya dalam pemahaman para ashabi, maka ashabi
menyebut bahwa pada setiap persoalan terdapat dua pendapat imam syafi’i,
kemudian pada sebahagian tempat diibaratبالنقل dengan maksud النَّصُّ danبالتخريج dengan
maksud قَوْلٌ مُخَرَّجٌ @
( وَحَيْثُ أَقُولُ الْجَدِيدُ
فَالْقَدِيمُ خِلَافُهُ أَوْ الْقَدِيمُ أَوْ فِي قَوْلٍ قَدِيمٍ فَالْجَدِيدُ
خِلَافُهُ ) . وَالْقَدِيمُ مَا قَالَهُ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِالْعِرَاقِ ،
وَالْجَدِيدُ مَا قَالَهُ بِمِصْرَ ، وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ إلَّا فِيمَا يُنَبِّهُ
عَلَيْهِ كَامْتِدَادِ وَقْتِ الْمَغْرِبِ إلَى مَغِيبِ الشَّفَقِ الْأَحْمَرِ فِي
الْقَدِيمِ كَمَا سَيَأْتِي .
( dan sekira tempat aku
berkata الْجَدِيدُ niscaya maka الْقَدِيمُ itu kebalikannya atau # sekira
tempat aqu berkata # الْقَدِيمُ atau فِي قَوْلٍ قَدِيمٍ niscaya
maka الْجَدِيدُ itu kebalikannya ) dan الْقَدِيمُitu pendapat yang berkata akannya oleh imam
syafi’i, semoga merahmati oleh allah dari padanya, saat berada diwilayah iraq,
dan الْجَدِيدُ itu pendapat yang berkata ia nya imam syafi’i akannya saat
berada diwilayah mesir, dan beramal itu atasnya الْجَدِيدُkecuali pada perkara yang memberi tahu ia musannif
# imam nawawi # atasnya perkara, seperti berkepanjangan waktu shalat magrib
hingga terbenam syafa’k yang merah # mega lembayung # pada pendapat الْقَدِيمِ seperti
perkara yang selagi akan datang. @ الْقَدِيمِ adalah pendapat yang difatwa imam
syafi’i semasa di iraq dan الْجَدِيدُadalah
pendapat yang difatwa imam syafi’i semasa di mesir, istilah ini umumnya
diperdapati pada fatwa imam syafi’i yang berlainan ketika berada di iraq dan di
mesir dan terkadang juga istilah ini diperdapati pada fatwa imam syafi’i yang
sama ketika berada diiraq dan dimesir ,penyebab imam syafi’i berlainan fatwa
adalah berdasarkan perbedaan sejumlah dalil yang ia diperdapati ketika
mengeluarkan fatwa @
(
وَحَيْثُ أَقُولُ : وَقِيلَ كَذَا ، فَهُوَ وَجْهٌ ضَعِيفٌ ، وَالصَّحِيحُ أَوْ
الْأَصَحُّ خِلَافُهُ وَحَيْثُ أَقُولُ : وَفِي قَوْلٍ كَذَا فَالرَّاجِحُ
خِلَافُهُ ) وَيَتَبَيَّنُ قُوَّةُ الْخِلَافِ وَضَعْفُهُ مِنْ مُدْرَكِهِ
( dan sekira tempat aku
berkata وَقِيلَ كَذَا niscaya maka dianya وَقِيلَ
كَذَا itu
pendapat وَجْهٌ yang lemah, dan الصَّحِيحُ atau الْأَصَحُّ itu
kebalikannya, dan sekira tempat aku berkata وَفِي
قَوْلٍ كَذَاniscaya maka pendapat yang kuat itu kebalikannya) dan
nyatalah kuat khilaf dan lemahnya khilaf dari dalinya.
( وَمِنْهَا مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ أَضُمُّهَا
إلَيْهِ ) أَيْ إلَى الْمُخْتَصَرِ فِي مَظَانِّهَا ( يَنْبَغِي أَنْ لَا يُخْلَى
الْكِتَابُ ) أَيْ الْمُخْتَصَرُ وَمَا يُضَمُّ إلَيْهِ ( مِنْهَا ) صَرَّحَ
بِوَصْفِهَا الشَّامِلِ لَهُ مَا تَقَدَّمَ ، وَزَادَ عَلَيْهِ إظْهَارًا
لِلْعُذْرِ فِي زِيَادَتِهَا فَإِنَّهَا عَارِيَّةٌ عَنْ التَّنْكِيتِ
بِخِلَافِ مَا قَبْلَهَا
( dan sebahagian dari
padanya nafaisul musstajadat itu مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ yang
aku campur akannya masalah kedalamnya ) artinya kedalam mukhtasar pada tempat
yang dianggap perlunya مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ ( yang seyogia oleh bahwa tiada
sunyilah kitab ) artinya mukhtasar dan perkara yang dicampurkan kedalamnya
mukhtasar # nafaisul musstajadat # ( dari padanya مَسَائِلُ
نَفِيسَةٌ) menyebut
jelas ia musannif # imam nawawi # dengan sifatnya مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ yang
melengkapi baginya sifat oleh perkara # nafaisul musstajadat #
yang telah terdahulu ia perkara dan melebih ia musannif atasnya perkara
terdahulu karena mengdhahirkan bagi memohon ma’af pada melebihkanyaمَسَائِلُ نَفِيسَةٌ , karena bahwa sungguhnya melebihkan مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ itu sunyi dari pada mengkritik # imam rafi’i #, dengan
kebalikan perkara # nafaisul musstajadat #sebelumnya.
( وَأَقُولُ فِي أَوَّلِهَا قُلْت وَفِي آخِرِهَا ،
وَاَللَّهُ أَعْلَمُ ) لِتَتَمَيَّزَ عَنْ مَسَائِلِ الْمُحَرَّرِ ، وَقَدْ قَالَ
مِثْلَ ذَلِكَ فِي اسْتِدْرَاكِ التَّصْحِيحِ عَلَيْهِ ، وَقَدْ زَادَ عَلَيْهِ
مِنْ غَيْرِ تَمْيِيزٍ كَقَوْلِهِ فِي فَصْلِ الْخَلَاءِ وَلَا يَتَكَلَّمُ
( dan aku berkata pada
permulaan nya masailun nafisah قُلْتُ dan
pada akhirnyamasailun nafisah وَاَللَّهُ
أَعْلَمُ ) supaya
terbeda ia masailun nafisah dari pada sejumlah
masalah dalam muharrar, dan sungguh berkata ia musannif akan
seumpama demikian # permulaan قُلْتُ dan akhirnya وَاَللَّهُ أَعْلَمُ # pada menukar # membalek # tasheh atasnya muharrar,
dan terkadang melebih ia musannif atasnya muharrar dari pada tiada membedakan #
memberitahu bahwa itu yang dilebih dari muharrar # seperti
perkataannya musannif pada فَصْلِ الْخَلَاءِ “ وَلَا يَتَكَلَّمُ “ #
juz I hal 41 #.
( وَمَا وَجَدْته ) أَيُّهَا النَّاظِرُ فِي هَذَا
الْمُخْتَصَرِ ( مِنْ زِيَادَةِ لَفْظَةٍ وَنَحْوِهَا عَلَى مَا فِي الْمُحَرَّرِ
فَاعْتَمِدْهَا فَلَا بُدَّ مِنْهَا ) كَزِيَادَةِ كَثِيرٍ وَفِي عُضْوٍ ظَاهِرٍ
فِي قَوْلِهِ فِي التَّيَمُّمِ إلَّا أَنْ يَكُونَ بِجُرْحِهِ دَمٌ كَثِيرٌ أَوْ
الشَّيْنُ الْفَاحِشُ فِي عُضْوٍ ظَاهِرٍ . ( وَكَذَا مَا وَجَدْته مِنْ الْأَذْكَارِ مُخَالِفًا
لِمَا فِي الْمُحَرَّرِ وَغَيْرِهِ مِنْ كُتُبِ الْفِقْهِ فَاعْتَمِدْهُ فَإِنِّي
حَقَّقْته مِنْ كُتُبِ الْحَدِيثِ الْمُعْتَمَدَةِ ) فِي نَقْلِهِ لِاعْتِنَاءِ
أَهْلِهِ بِلَفْظِهِ بِخِلَافِ الْفُقَهَاءِ فَإِنَّهُمْ يَعْتَنُونَ غَالِبًا
بِمَعْنَاهُ
( dan perkara yang
engkau perdapati akannya perkara ) wahai orang yang teliti pada ini mukhtasar (
dari pada melebihkan lafadh dan seumpamanya atas perkara didalam muharrar,
maka berpegah teguh olehmu akannya lafadh, maka tiada boleh tidak dari padanya
lafadh yang dilebihkan ) seperti melebih lafadh كَثِيرٍ dan
lafadh فِي عُضْوٍ ظَاهِرٍ pada perkataanya musannif didalam pembahasan
tayamum إلَّا أَنْ يَكُونَ بِجُرْحِهِ دَمٌ
كَثِيرٌ أَوْ الشَّيْنُ الْفَاحِشُ فِي عُضْوٍ ظَاهِرٍ # juz I hal 97 # ( dan seperti demikian, itu perkara yang
engkau perdapati akannya dari pada sejumlah zikir hal keadaan berlawanan bagi
perkara didalam muharrar dan lainnya dari pada sejumlah kitab
fiqah, maka berpegah teguh oleh mu akannya zikir, maka bahwa sungguh aku # imam
nawawi # telah aku pastikan akannya zikir dari sejumlah kitab hadish yang
menjadi pegangan ) pada menakalnya zikir, karena menganggap penting oleh
ahlinya zikir dengan lafadhnya zikir, dengan kebalikan ahli fiqah, maka bahwa
sungguh mereka itu ahli fiqah menganggap penting oleh mereka itu pada kebiasaannya
dengan maknanya lafadh.
( وَقَدْ أُقَدِّمُ بَعْضَ مَسَائِلِ الْفَصْلِ
لِمُنَاسِبَةٍ أَوْ اخْتِصَارٍ وَرُبَّمَا قَدَّمْت فَصْلًا لِلْمُنَاسِبَةِ )
كَتَقْدِيمِ فَصْلِ التَّخْيِيرِ فِي جَزَاءِ الصَّيْدِ عَلَى فَصْلِ الْفَوَاتِ
وَالْإِحْصَارِ ( وَأَرْجُو إنْ تَمَّ هَذَا الْمُخْتَصَرُ ) وَقَدْ تَمَّ
وَلِلَّهِ الْحَمْدُ ( أَنْ يَكُونَ فِي مَعْنَى الشَّرْحِ لِلْمُحَرَّرِ فَإِنِّي
لَا أَحْذِفُ ) أَيْ أُسْقِطُ ( مِنْهُ شَيْئًا مِنْ الْأَحْكَامِ أَصْلًا وَلَا
مِنْ الْخِلَافِ وَلَوْ كَانَ وَاهِيًا ) أَيْ ضَعِيفًا جِدًّا مَجَازًا عَنْ
السَّاقِطِ
( dan
terkadang aku dahului akan sebahagian masalah fasal karena
untuk kesesuaian atau untuk meringkas, dan terkadang aku
dahulukan fasal karena untuk kesesuaian ) seperti
mendahulukan fasal boleh memilih pada denda berburu #
juz II hal 144 # atas fasal luput haji dan ditahan # juz
II hal147 # ( dan aku berharap jika sempurna lah ini mukhtasar ) dan sungguh
telah sempurna, dan bagi allah itu segala pujian ( akan bahwa ada ia mukhtasar
itu pada makna syarah bagi kitab muharrar, karena bahwa sungguh
aku, tiada aku buang ) artinya aku gugurkan ( dari padanya muharrar akan
sesuatu dari pada sejumlah hukum, sekali - kali dan tidak # aku
buang sesuatu # dari pada khilaf, sekalipun ada ia khilaf itu yang lemah )
artinya yang lemah sekali # ibarat وَاهِيًا # majazh dari # yang dikehendaki
# السَّاقِطِ .
( مَعَ مَا ) أَيْ آتِي بِجَمِيعِ مَا اشْتَمَلَ
عَلَيْهِ مَصْحُوبًا بِمَا ( أَشَرْت إلَيْهِ مِنْ النَّفَائِسِ )
الْمُتَقَدِّمَةِ ( وَقَدْ شَرَعْتُ ) مَعَ الشُّرُوعِ فِي هَذَا الْمُخْتَصَرِ (
فِي جَمْعِ جُزْءٍ لَطِيفٍ عَلَى صُورَةِ الشَّرْحِ لِدَقَائِقَ هَذَا
الْمُخْتَصَرِ ) مِنْ حَيْثُ الِاخْتِصَارُ ( وَمَقْصُودِي بِهِ التَّنْبِيهُ
عَلَى الْحِكْمَةِ فِي الْعُدُولِ عَنْ عِبَارَةِ الْمُحَرَّرِ وَفِي إلْحَاقِ
قَيْدٍ أَوْ حَرْفٍ ) فِي الْكَلَامِ ( أَوْ شَرْطٍ لِلْمَسْأَلَةِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ ) مِمَّا بَيَّنَهُ
( beserta perkara )
artinya aku datangkan dengan sekalian perkara yang melengkapi ia mukhtasar
atasnya perkara, hal keadaan mukhtasar itu menyertai dengan perkara # nafaisul
musstajadat # ( yang telah aku beritahu kepadanya perkara, dari pada
sejumlah perkara penting ) yang terdahulu ia # nafaisul musstajadat #
( dan sungguh aku masuki ) beserta memasuki dalam # mengarang # ini mukhtasar (
pada menghimpun bahagian yang kecil # penting # atas bentuk syarah karena
sangat halus # rumit dan tersembunyi pemahamannya # ini mukhtasar ) dari segi
bentuk ringkasan ( dan maksud aku dengannya mengarang kitab yang menghimpun
bahagian yang kecil itu memberi tahu atas hikmah pada berpaling dari pada
ibaratmuharrar, dan pada menghubung kaid atau huruf ) pada kalam ( atau
syarat bagi masalah dan seumpama demikian) dari pada perkara yang menjelaskan
ia musannif akannya perkara. @ disa’at imam nawawi sedang mengarang kitab منهاج الطالبين beliau
juga mengarang kitab kecil yang menjelaskan tentang maksud sejumlah ibarat
penting yang terdapat didalam ibarat kitab منهاج
الطالبين , seperti
hikmah menukar ibarat, hikmah menambah kaid, hikmah menambah huruf, hikmah
menambah syarat dan lainnya, kitab kecil tersebut bernama دقائق المنهاج.
dan sebahagian banyak isi kitab دقائق المنهاج telah disebutkan didalam ibarat قليوبى dan عميرة @
( وَأَكْثَرُ ذَلِكَ مِنْ الضَّرُورِيَّاتِ الَّتِي لَا بُدَّ مِنْهَا ) وَمِنْهُ مَا لَيْسَ
بِضَرُورِيٍّ ، وَلَكِنَّهُ حَسَنٌ كَمَا قَالَهُ فِي زِيَادَةِ لَفْظَةِ
الطَّلَاقِ فِي قَوْلِهِ فِي الْحَيْضِ : فَإِذَا انْقَطَعَ لَمْ يَحِلَّ قَبْلَ
الْغُسْلِ غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلَاقِ ، فَإِنَّ الطَّلَاقَ لَمْ يُذْكَرْ
قَبْلُ فِي الْمُحَرَّمَاتِ .
( dan
kebanyakan demikian # sejumlah perkara penting yang disebutkan didalam
kitab دقائق المنهاج # itu dari dharurah yang tiada boleh tidak dari padanya )
dan sebahagiannya itu perkara yang tidak ia itu dharurah, dan tetapi nya itu
bagus ia, seperti perkara yang berkata ia musannif akannya, pada melebihkan
lafadh الطَّلَاقِpada perkataannya
musannif dalam pembahasan haid “فَإِذَا انْقَطَعَ
لَمْ يَحِلَّ قَبْلَ الْغُسْلِ غَيْرُ الصَّوْمِ وَالطَّلَاقِ “, karena bahwa sungguh الطَّلَاقِ tidak
disebutkan akannya sebelumnya pada sejumlah perkara yang diharamkan.# juz I hal
100 #
( وَعَلَى اللَّهِ الْكَرِيمِ اعْتِمَادِي ) فِي تَمَامِ
هَذَا الْمُخْتَصَرِ بِأَنْ يُقَدِّرَنِي عَلَى إتْمَامِهِ كَمَا أَقْدَرَنِي
عَلَى ابْتِدَائِهِ بِمَا تَقَدَّمَ عَلَى وَضْعِ الْخُطْبَةِ فَإِنَّهُ لَا
يَرُدُّ مَنْ سَأَلَهُ وَاعْتَمَدَ عَلَيْهِ ، ( وَإِلَيْهِ تَفْوِيضِي
وَاسْتِنَادِي ) فِي ذَلِكَ وَغَيْرِهِ ، فَإِنَّهُ لَا يَخِيبُ مَنْ قَصَدَهُ
وَاسْتَنَدَ إلَيْهِ ، ثُمَّ قَدَّرَ وُقُوعَ الْمَطْلُوبِ بِرَجَاءِ الْإِجَابَةِ
فَقَالَ :
( dan atas
allah yang mulia itu tempat pegangan ku ) pada menyempurna ini mukhtasar,
dengan bahwa mengkuasakan ia allah akan aku diatas menyempurnakan nya mukhtasar
sebagaimana perkara yang telah menguasakan ia allah akan aku diatas memulainya
perkara, dengan perkara yang telah terdahulu ia perkara atas membuat khutbah,
karena bahwa sungguhnya allah tiada menolak ia akan seseorang yang meminta ia
seseorang akanya allah dan berpegang teguh ia seseorang atasnya allah ( dan
kepadanya allah itu tempat menyerahkan diriku dan tempat bersandar diriku )
pada demikian menyempurnakan dan lainya, karena bahwa sungguhnya allah tiada
mengkhianati ia akan seseorang yang bermaksud ia seseorang akannya allah dan
yang bersandar ia seseorang kepadanya allah, kemudian mengtakdir ia musannif
akan tercapai yang diharapkan, dengan mengharap diterima, maka berkata ia
musannif :
( وَأَسْأَلُهُ النَّفْعَ بِهِ ) أَيْ بِالْمُخْتَصَرِ
فِي الْآخِرَةِ ( لِي ) بِتَأْلِيفِهِ ( وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ ) أَيْ
بَاقِيهِمْ بِأَنْ يُلْهِمَهُمْ الِاعْتِنَاءَ بِهِ بَعْضُهُمْ بِالِاشْتِغَالِ
بِهِ كَكِتَابَةٍ وَقِرَاءَةٍ وَتَفَهُّمٍ وَشَرْحٍ ، وَبَعْضُهُمْ بِغَيْرِ
ذَلِكَ كَالْإِعَانَةِ عَلَيْهِ بِوَقْفٍ أَوْ نَقْلٍ إلَى الْبِلَادِ أَوْ غَيْرِ
ذَلِكَ وَنَفْعُهُمْ يَسْتَتْبِعُ نَفْعَهُ أَيْضًا لِأَنَّهُ سَبَبٌ فِيهِ
( dan aku meminta akan
allah akan bermanfa’at dengannya ) artinya dengan mukhtasar pada akhirat (
bagiku ) dengan sebab mengarangnya mukhtasar ( dan bagi seluruh muslimin )
artinya yang masih hidup mereka itu, dengan bahwa mengilhami ia allah akan
mereka itu akan menganggap penting dengannya mukhtasar, sebahagian mereka itu
#menggangap penting # dengan bergelut dengan nya mukhtasar seperti menulis dan
membaca dan memahami dan menjelaskan, dan sebahagian mereka itu dengan selain
demikian, seperti membantu atasnya mukhtasar dengan mewaqaf atau mengangkut
kedalam negeri atau selain demikian, dan manfa’at dari mereka, itu mengikuti #
menghasilkan # ia manfa’at akan manfa’atnya mukhtasar pula, karenanya manfa’at
mereka itu sebab padanya manfa’at mukhtasar.
( وَرِضْوَانَهُ عَنِّي وَعَنْ أَحِبَّائِي )
بِالتَّشْدِيدِ وَالْهَمْزِ جَمْعُ حَبِيبٍ أَيْ مَنْ أُحِبُّهُمْ ( وَجَمِيعِ
الْمُؤْمِنِينَ ) مِنْ عَطْفِ الْعَامِّ عَلَى بَعْضِ أَفْرَادِهِ تَكَرَّرَ بِهِ
الدُّعَاءَ لِذَلِكَ الْبَعْضِ الَّذِي مِنْهُ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى
( dan akan keridhaan nya
allah dari pada aku dan dari pada sejumlah kekasihku ) dibaca # أَحِبَّائِي #
dengan bentuk tasydit dan hamzah, itu jamak dari حَبِيبٍ artinya
orang yang aku kasihi akan mereka itu ( dan dari pada sekalian mukmini ) #
ibarat وَجَمِيعِ الْمُؤْمِنِينَ # dari a’taf umum atas sebahagian
afradnya umum, mengulangi ia musannif dengannya menyebut # secara a’taf umum
atas sebahagian afrad # akan sebagai doa bagi demikian sebahagian,
yang diantaranya adalah musannif # imam nawawi #, semoga merahmati akannya
musannif oleh allah yang maha tinggi.
- Alhamdulillah,
dan terimakasih untuk semua guru dan sahabat kami atas segala bentuk motivasi,
kritik dan sarannya.
- Ini
hanyalah sebatas terjemah biasa, sangat mohon maaf jika banyak terdapat
kekurangan dan kekeliruan, Terjemahan disengaja sangat tradisional,
agar lebih memudahkan untuk memahami ibarat aslinya secara utuh, Kode (...)
terjemah matan, kode #...# pemahaman, kode @...@ penjelasan, selainnya terjemah
syarah
- Jika menemukan
kekeliruan, mohon berkenan mengirim saran dan kritik melalui emailtgk_akthaillah@yahoo.com atau akthaillah@gmail.com dan jika bermanfa’at, terjemah ini dapat di akses di http://www.naungansuci.blogspot.com dan diizinkan untuk diperbanyak, namun sangat kami
berharap agar tidak menambah atau mengurangi tulisan kami.
- Dilembaran
terakhir ini, kami lampirkan khutbah matan منهاج الطالبين supaya
mudah bagi yang ingin menghafalnya, Referensi matan kitab
, مطبعة مصطفى البانى الحلبى و أولاده cetakan
ke II tahun 1354 H / 1934 M
Semoga mudah untuk dihafal...
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, الْحَمْدُ
لِلَّهِ الْبَرِّ الْجَوَادِ الَّذِي جَلَّتْ نِعَمُهُ عَنْ الْإِحْصَاءِ
بِالْأَعْدَادِ { وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا } الْمَانِّ
بِاللُّطْفِ وَالْإِرْشَادِ الْهَادِي إلَى سَبِيلِ الرَّشَادِ الْمُوَفِّقِ
لِلتَّفَقُّهِ فِي الدِّينِ مَنْ لَطَفَ بِهِ وَاخْتَارَهُ مِنْ الْعِبَادِ ,أَحْمَدُهُ أَبْلَغَ حَمْدٍ وَأَكْمَلَهُ وَأَزْكَاهُ وَأَشْمَلَهُ وَأَشْهَدُ
أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ الْوَاحِدُ الْغَفَّارُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمُصْطَفَى الْمُخْتَارُ صَلَّى اللَّه وَسَلَم عَلَيْهِ
وَزَادَهُ فَضْلًا وَشَرَفًا لَدَيْهِ
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ الِاشْتِغَالَ بِالْعِلْمِ مِنْ
أَفْضَلِ الطَّاعَاتِ وَ أَوْلَى مَا أُنْفِقَتْ فِيهِ نَفَائِسُ الْأَوْقَاتِ
وَقَدْ أَكْثَرَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللَّهُ مِنْ التَّصْنِيفِ مِنْ
الْمَبْسُوطَاتِ وَالْمُخْتَصَرَاتِ وَأَتْقَنُ مُخْتَصَرٍ الْمُحَرَّرُ
لِلْإِمَامِ أَبِي الْقَاسِم الرَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى ذِي
التَّحْقِيقَاتِ وَهُوَ كَثِيرُ الْفَوَائِدِ عُمْدَةٌ فِي تَحْقِيقِ الْمَذْهَبِ
مُعْتَمَدٌ لِلْمُفْتِي وَغَيْرِهِ مِنْ أُولِي الرَّغَبَاتِ
وَقَدْ الْتَزَمَ مُصَنِّفُهُ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنْ
يَنُصَّ عَلَى مَا صَحَّحَهُ مُعْظَمُ الْأَصْحَابِ وَوَفَّى بِمَا الْتَزَمَهُ
وَهُوَ مِنْ أَهَمِّ أَوْ أَهَمُّ الْمَطْلُوبَاتِ لَكِنْ فِي حَجْمِهِ كَبُرَ
يَعْجِزُ حِفْظَهُ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعَصْرِ إلَّا بَعْضَ أَهْلِ الْعِنَايَاتِ
فَرَأَيْت اخْتِصَارَهُ فِي نَحْوِ نِصْفِ حَجْمِهِ لِيَسْهُلَ حِفْظُهُ مَعَ مَا
أَضُمُّهُ إلَيْهِ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ النَّفَائِسِ
الْمُسْتَجَادَاتِ
مِنْهَا التَّنْبِيهُ عَلَى قُيُودٍ فِي بَعْضِ
الْمَسَائِلِ هِيَ مِنْ الْأَصْلِ مَحْذُوفَاتٌ وَمِنْهَا مَوَاضِعُ يَسِيرَةٌ
ذَكَرَهَا فِي الْمُحَرَّرِ عَلَى خِلَافِ الْمُخْتَارِ فِي الْمَذْهَبِ كَمَا
سَتَرَاهَا إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَاضِحَاتٍ وَمِنْهَا إبْدَالُ مَا كَانَ
مِنْ أَلْفَاظِهِ غَرِيبًا أَوْ مُوهِمًا خِلَافَ الصَّوَابِ بِأَوْضَحَ
وَأَخْصَرَ مِنْهُ بِعِبَارَاتٍ جَلِيَّاتٍ وَمِنْهَا بَيَانُ الْقَوْلَيْنِ
وَالْوَجْهَيْنِ وَالطَّرِيقَيْنِ وَالنَّصِّ وَمَرَاتِبِ الْخِلَافِ فِي جَمِيعِ
الْحَالَاتِ
فَحَيْثُ أَقُولُ فِي الْأَظْهَرِ أَوْ الْمَشْهُورِ
فَمِنْ الْقَوْلَيْنِ أَوْ الْأَقْوَالِ فَإِنْ قَوِيَ
الْخِلَافُ قُلْت الْأَظْهَرُ وَإِلَّا فَالْمَشْهُورُ وَحَيْثُ
أَقُولُ الْأَصَحُّ أَوْ الصَّحِيحُ فَمِنْ الْوَجْهَيْنِ أَوْ الْأَوْجُهِ فَإِنْ قَوِيَ الْخِلَافُ قُلْت الْأَصَحُّ وَإِلَّا فَالصَّحِيحُ
وَحَيْثُ أَقُولُ الْمَذْهَبُ فَمِنْ الطَّرِيقَيْنِ أَوْ الطُّرُقِ وَحَيْثُ
أَقُولُ النَّصُّ فَهُوَ نَصُّ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ وَيَكُونُ هُنَاكَ
وَجْهٌ ضَعِيفٌ أَوْ قَوْلٌ مُخَرَّجٌ وَحَيْثُ أَقُولُ الْجَدِيدُ فَالْقَدِيمُ
خِلَافُهُ أَوْ الْقَدِيمُ أَوْ فِي قَوْلٍ قَدِيمٍ فَالْجَدِيدُ خِلَافُهُ
وَحَيْثُ أَقُولُ : وَقِيلَ كَذَا ، فَهُوَ وَجْهٌ ضَعِيفٌ ، وَالصَّحِيحُ أَوْ
الْأَصَحُّ خِلَافُهُ وَحَيْثُ أَقُولُ وَفِي قَوْلٍ كَذَا فَالرَّاجِحُ خِلَافُهُ
وَمِنْهَا مَسَائِلُ نَفِيسَةٌ أَضُمُّهَا
إلَيْهِ يَنْبَغِي أَنْ لَا يُخْلَى الْكِتَابُ مِنْهَا وَأَقُولُ فِي
أَوَّلِهَا قُلْت وَفِي آخِرِهَا ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ وَمَا وَجَدْته مِنْ
زِيَادَةِ لَفْظَةٍ وَنَحْوِهَا عَلَى مَا فِي الْمُحَرَّرِ فَاعْتَمِدْهَا فَلَا
بُدَّ مِنْهَا وَكَذَا مَا وَجَدْته مِنْ الْأَذْكَارِ مُخَالِفًا لِمَا فِي
الْمُحَرَّرِ وَغَيْرِهِ مِنْ كُتُبِ الْفِقْهِ فَاعْتَمِدْهُ فَإِنِّي حَقَّقْته
مِنْ كُتُبِ الْحَدِيثِ الْمُعْتَمَدَةِ وَقَدْ أُقَدِّمُ بَعْضَ مَسَائِلِ
الْفَصْلِ لِمُنَاسِبَةٍ أَوْ اخْتِصَارٍ وَرُبَّمَا قَدَّمْت فَصْلًا
لِلْمُنَاسِبَةِ وَأَرْجُو إنْ تَمَّ هَذَا الْمُخْتَصَرُ أَنْ يَكُونَ فِي
مَعْنَى الشَّرْحِ لِلْمُحَرَّرِ فَإِنِّي لَا أَحْذِفُ مِنْهُ شَيْئًا مِنْ
الْأَحْكَامِ أَصْلًا وَلَا مِنْ الْخِلَافِ وَلَوْ كَانَ وَاهِيًا مَعَ مَا
أَشَرْتُ إلَيْهِ مِنْ النَّفَائِسِ
وَقَدْ شَرَعْتُ فِي جَمْعِ جُزْءٍ لَطِيفٍ عَلَى
صُورَةِ الشَّرْحِ لِدَقَائِقَ هَذَا الْمُخْتَصَرِ وَمَقْصُودِي بِهِ
التَّنْبِيهُ عَلَى الْحِكْمَةِ فِي الْعُدُولِ عَنْ عِبَارَةِ الْمُحَرَّرِ وَفِي
إلْحَاقِ قَيْدٍ أَوْ حَرْفٍ أَوْ شَرْطٍ لِلْمَسْأَلَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ
وَأَكْثَرُ ذَلِكَ مِنْ الضَّرُورِيَّاتِ الَّتِي
لَا بُدَّ مِنْهَا وَعَلَى اللَّهِ الْكَرِيمِ اعْتِمَادِي وَإِلَيْهِ تَفْوِيضِي
وَاسْتِنَادِي وَأَسْأَلُهُ النَّفْعَ بِهِ لِي وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ
وَرِضْوَانَهُ عَنِّي وَعَنْ أَحِبَّائِي وَجَمِيعِ الْمُؤْمِنِينَ
Comments
Post a Comment